Wednesday, 21 October 2015

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

Berbagi cerita lagi yah, dari suhu om di BDK Denpasar.

BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS


Trisulo
Widyaiswara BDK Denpasar
Abstraksi
Perjalanan dinas adalah sebuah keharusan, dan sering melekatpada pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja. Oleh karena itu disediakan dana dalam APBN untuk keperluan belanja perjalanan dinas. Petunjuk pelaksanaan juga sudah diterbitkan sebagai pengaturan pelaksanaan perjalanan dinas dan pembayarannya. Akan tetapi masih ditemukan berbagai permasalahan yang perlu dicari penyelesaiannya. Tulisan ini adalah opini dalam menentukan solusi permasalahan perjalanan dinas.  Penyelesaian masalah pada perjalanan dinas seyogyanya tetap mengacu pada prinsip-prinsip: selektif, ketersediaan anggaran, efisiensi, dan akuntabilitas.
Keywords : perjalanan dinas, efisiensi, akuntabilitas
Pendahuluan
Perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap (selanjutnya dalam tulisan ini disebut perjalanan dinas saja) dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya melibatkan setidaknya :
  1. Penerbit Surat Tugas
  2. Pejabat Pembuat Komitmen
  3. Pelaksana perjalanan dinas
Kemudian saat pertanggungjawaban melibatkan Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Penandatangan Surat perintah Membayar (PPSPM).
Pertanggungjawaban perjalanan dinas dengan sistem at cost dapat menekan beban APBN pada belanja perjalanan.  Peraturan Menteri Keuangan menggabungkan metode at cost dan lumpsumsejak tahun 2007, dan telah beberapa kali dilakukan revisi terhadap peraturan perjalanan dinas. Dalam pelaksanaannya, ternyata terdapat banyak kasus perjalanan dinas yang tidak mudah dibuat penyelesaiannya karena tidak terakomodir oleh peraturan.  Perjalanan dinas memiliki kompleksitas yang berbeda tiap instansi.  Tidak sekedar bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain, kemudian dibayar tiket moda transportasinya dan seterusnya. 
Untuk itu Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang  Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Dan sebagai tindak lanjutnya Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Peraturan Dirjen Nomor Per-22/PB/2013. 
Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan perjalanan dinas sebagaimana telah disebut di atas, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan perjalanan dinas sebagaimana dimaksud pada pasal 3 PMK-113/PMK.05/2012 yaitu :
a.                   selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan;
b.                  ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga;
c.                   efisiensi penggunaan belanja negara; dan
d.                  akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas. 
Uraian berikut ini adalah beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjalanan dinas dan alternatif solusinya.  Pada saat dihadapkan pada masalah yang tidak secara eksplisit tercantum pada kedua peraturan di atas maupun pada standar biaya, maka para pihak yang terkait dengan perjalanan dinas hendaknya pada prinsip-prinsip perjalanan dinas.

Berangkat bukan dari  tempat kedudukan dan/atau kembali  tidak ke tempat kedudukan, dapatkah dibayarkan biaya transpornya?
Biaya transpor, merupakan komponen dari biaya perjalanan dinas sesuai dengan pasal 9 Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-22/PB/2013 dan Pasal 8 Peraturan Menteri KeuanganNo.PMK-113/PMK.05/2012, disebutkan bahwa komponen biaya perjalanan dinas jabatan terdiri dari:
a.                   Uang harian
b.                  Biaya transport
c.                   Biaya penginapan
d.                  Uang representatif
e.                  Sewa kendaraan dalam kota, dan/atau
f.                    Biaya menjemput/mengantar jenazah
Pada ayat (3) pasal 8 PMK-113/PMK.05/2012  lebih ditegaskan lagi apa yang dimaksud dengan biaya  transpor.   Biaya transpor merupakan biaya yang diperlukan untuk :
a.                   perjalanan dinas dari Tempat Kedudukan sampai Tempat Tujuan keberangkatan dan kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/ stasiun/ bandara/ pelabuhan keberangkatan;
b.                  retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/ bandara/pelabuhan keberangkatan dan kepulangan 
Dalam pelaksanaannya, ditemukan permasalahan terkait berangkat dan kembalinya pejabat negara/pegawai/pegawai tidak tetap yang melaksanakan perjalanan dinas. Permasalahan tersebut antara lain  tidak berangkat dari tempat kedudukan, kembali tidak ke tempat kedudukan semula, atau yang lebih ekstrim adalah berangkat dan kembali tidak dari tempat dan ke tempat kedudukan seharusnya sesuai dengan surat perintah perjalanan dinas. Pertanyaannya apakah dapat dibayarkan biaya transpornya.  Kasus tersebut dapat muncul di lapangan karena :
  1. Akhir masa perjalanan dinas sebelumnya, atau
  2. Pegawai yang melakukan perjalanan dinas mendapat Surat Tugas tepat pada akhir masa cutitahunan.
Walaupun dalam ketentuan pelaksana perjalanan dinas harus berangkat dan kembali dari tempat kedudukan satuan kerja, namun fakta di atas tidak bisa dihindari.  Sebagai ilustrasi misalnya : si Komo bekerja di Kendari, mendapat tugas diklat dari tanggal 1 sampai 3 di Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, Bogor.  Pada tanggal 4 ada rapat koordinasi di Jakarta, dan hanya si Komo yang memenuhi kriteria dari satker untuk mewakili. 
Menjawab pertanyaan pada kasus pertama, maka perlu dipilah untuk setiap permasalahan. Untuk surat tugas yang kedua, pelaksana perjalanan dinas berangkat tidak dari tempat kedudukan seharusnya yang terdapat dalam surat perjalanan dinas. Menurut hemat penulis, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
a.                   Pegawai yang bersangkutan membawa Surat Perjalanan Dinas (SPD) ke lokasi tugas kedua untuk mendapatkan pengesahan.
b.                  Dibayarkan biaya transpor dari tempat penugasan pertama ke tempat penugasan kedua.  Biaya transpornya dapat dibayarkan bagi pegawai yang melakukan perjalanan dinas berangkat dari tempat atau kota yang jaraknya lebih dekat ataupun lebih jauhke tempat tujuan dibandingkan dengan tempat kedudukan.   Demikian juga dengan besaran biaya, apakah lebih kecil ataupun lebih besar dibandingkan dengan biaya berangkat dari tempat kedudukan seharusnya.  Hal ini didasarkan pada prinsip efisiensi penggunaan belanja negara dan sepanjang dapat mempertanggungjawabkan bukti pengeluaran perjalanan dinasnya.
c.                   Bahkan, apabila pada kasus tersebut ternyata biaya transpornya lebih besar dibandingkan jika berangkat dari tempat kedudukan, tetap bisa dibayarkan.  Argumen ini dengan memperhatikan komponen perjalanan dinas sebagaimana pasal 8 PMK 113/PMK.05/2012.  Bahwa jika pegawai yang melakukan perjalanan dinas harus kembali ke tempat kedudukan sebelum melakukan perjalanan dinas yang kedua, hanya dengan pertimbangan mendapatkan biaya transpor yang lebih murah, maka justru dimungkinkan menambah beban belanja dari unsur uang harian, transpor dalam kota, dan atau penginapan (bila diperlukan).  Tentu ini menyalahi prinsip efisiensi perjalanan dinas. 
d.                  Disebutkan dalam pasal 3 ayat (2) Per-22/PB/2013 bahwa tidak diperkenankan memecah pelaksanaan perjalanan dinas apabila suatu kegiatan dapat dilaksanakan secara sekaligus.  Dengan menggunakan logika hukum argumen a contrario, maka sepanjang perjalanan dinas lebih efektif untuk disatukan, seyogyanya disatukan saja.  Pilihan ini diambil asalkan pelaksana perjalanan, tempat tujuan, dan kinerja yang dihasilkan sama.
Bagaimana pula jika pelaksana perjalanan dinas tidak kembali ke tempat kedudukan seharusnya yang terdapat dalam surat perjalanan dinas?  Pada dasarnya penyelesaiannya  sama dengan permasalahan sebelumnya.  Kejadian tersebut mungkin terjadi bila dengan satu sebab misalnya pelaksanaan tugas berurutan dengan masa cuti pegawai, baik sebelum maupun sesudahnya.  Pada beberapa instansi tidak memperkenankan pegawainya mengambil cuti tahunan yang bersambung harinya dengan pelaksanaan perjalanan dinas.  Tapi dalam prakteknya sering tidak bisa dihindari terjadinya peristiwa tersebut.  Permasalahannya adalah, bisakah uang transpornya dibayarkan dari/ke tempat cuti yang tidak satu kota dengan tempat kedudukan?
Apabila pimpinan instansi memberlakukan pengaturan khusus tentang cuti pegawai, PPK wajib memperhatikan ketentuan khusus tersebut.  Namun, bila tidak diatur khusus tentang masa cuti yang berurutan dengan perjalanan dinas, penulis menyarankan penyelesaiannya sebagai berikut:
a.                   Dapat dibayarkan biaya transpornya bila :
    1. Jarak dari tempat cuti ke tempat tujuan perjalanan dinas lebih dekat daripada ke tempat kedudukan, atau
    2. Biayanya lebih kecil walaupun jaraknya lebih jauh dibandingkan ke tempat kedudukan.
      b. Pertimbangan penulis untuk dapat dibayarkan adalah :
  1. Bahwa cuti merupakan hak pegawai yang diberikan oleh negara.  Tetapi tidak melepaskan tanggungjawab pegawai kepada negara.  Artinya, bila dalam masa cuti tersebut negara meminta atau memerintahkan untuk melepaskan sebagian hak cutinya,  pegawai tersebut secara prinsip harus melaksanakan.  Konsekuensinya, apabila perintah tersebut mengakibatkan timbulnya biaya perjalanan dinas, maka biaya transpor dari tempat cuti ke tempat tujuan dapat dibayarkan.  Jadi sesuai prinsip akuntabilitas, pembayaran biaya transpor dari tempat cuti ke tempat tujuan perjalanan dinas dapat dipertanggungjawabkan
  2. Ditinjau dari efisiensi biaya, sebagaimana menjadi salah satu prinsip diatas, justru akan memungkinkan timbulnya komponen biaya lainnya (selain transpor) bila pegawai pelaksana perjalanan dinas harus berangkat mulai dari tempat kedudukan.
Pertimbangan tersebut, menurut hemat penulis tidak bisa dipersamakan dengan pegawai yang mengambil cuti tahunan menyambung atau berurutan setelah perjalanan dinas.  Ini artinya, pegawai pelaksana perjalanan dinas tidak kembali ke tempat kedudukan, tetapi kembali ke tempat cuti.  Bila tempat cuti berbeda dengan tempat kedudukan, biaya transpor hanya bisa dibayarkan hanya dengan syarat : 

  1. Jaraknya tempat cuti lebih dekat ke tempat tujuan,
  2. Tempat cuti berada diantara tempat kedudukan  dan tempat tujuan
  3. Tempat cuti  bagian trayek yang logis moda transportasi dari tempat tujuan ke tempat kedudukan  atau sebaliknya.

Adapun biaya transpor yang dibayarkan adalah tarif dari tempat tujuan ke tempat cuti.  

Biaya transpor pesawat kelas bisnis, dapatkah dibayarkan?

Dalam lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012, diatur tentang fasillitas transport bagi pejabat negara dan pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas. Bagi pejabat negara, dibagi dalam tingkat perjalanan A dan B. Sedangkan untuk pejabat eselon III kebawah dan pegawai dikategorikan dalam tingkat perjalanan  B. Masing-masing tingkat mempunyai fasilitas tingkat perjalanan yang berbeda termasuk transportasinya. Sebagai contoh pegawai dengan tingkat perjalanan A berhak untuk menggunakan moda transportasi pesawat kelas bisnis, sedangkan tingkat perjalanan dinas B dan C hanya berhak menggunakan kelas ekonomi.

Dalam pelaksanaannya, seorang pegawai dengan tingkat perjalanan dinas B diperintahkan melaksanakan perjalanan dinas bersama-sama dengan pegawai dengan tingkat perjalanan dinas C. Untuk kepentingan koordinasi dan sebagainya, maka pegawai dengan tingkat perjalanan dinas C diperintahkan untuk ikut dalam kelas bisnis moda transportasi pesawat bersama-sama dengan pegawai dengan tingkat perjalanan dinas B. Pertanyaannya adalah,  apakah biaya transpor dapat dibayarkan.

Pengaturan tentang pembagian tingkat perjalanan dinas untuk fasilitas transportasi harus dipenuhi. Artinya setiap pejabat negara/pegawai/pegawai tidak tetap mengikuti pembagian tingkat dalam perjalanan dinas. Apabila terjadi permasalahan tersebut diatas, maka yang dapat dibayarkan adalah kelas ekonomi bagi pegawai dengan tingkat perjalanan dinas C. Cara menghitungnya adalah menggunakan biaya transport kelas ekonomi yang berlaku di pesawat tersebut. Hanya sebesar itulah yang berhak diterima untuk biaya transpor.

Menentukan tingkat perjalanan dinas bagi pegawai tidak tetap

Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dalam kerangka sistem kepegawaian, yang tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri. Tingkat perjalanan dinas untuk pegawai tidak tetap belum diatur khusus baik di Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Penyetaraan tingkat biaya perjalanan dinas pegawai tidak tetap diserahkan kepada KPA (Pasal 10 ayat (4) PMK 113/PMK.05/2012).  Menurut hemat penulis, ke depan perlu ada kebijakan dalam menentukan tingkat perjalanan dinasnya. Misalnya untuk lulusan SMU atau yang sederajat, Diploma I atau Diploma III maka menggunakan tingkat perjalanan dinas setara golongan II. Lulusan setara S1/DIV/S2 menggunakan tingkat perjalanan dinas golongan III.  Klasifikasi lainnya bisa berdasarkan tingkat kesulitan atau karakteristik tugas yang diberikan.

Simpulan

Pada dasarnya semua pihak yang diperintahkan untuk melaksanakan perjalanan dinas yang dibiayai dari APBN, maka dapat dibayarkan haknya. Begitu juga pihak selain pejabat negara/pegawai/pegawai tidak tetap. Penentuan tingkat perjalanan dinasnya dapat menggunakan tingkat perjalanan dinas pegawai tidak tetap seperti uraian sebelumnya.

Permasalahan dalam pelaksanaan perjalanan dinas tentu akan terus ditemukan dan tidak terbatas pada uraian di atas. Solusi atas permasalahan dalam pelaksanaan perjalanan dinas dan pembayarannya diperlukan karena perjalanan yang sudah dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel. Akuntabiitas dalam hal ini meliputi dua segi. Pertama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada sehingga tidak merugikan keuangan negara (APBN). Kedua, pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap yang melaksanakan perjalanan dinas mendapatkanhaknya.

Bahan Bacaan :
Peraturan Menteri Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang  Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-22/PB/2013 Tentang  Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap



0 komentar:

Post a Comment