Saturday 21 November 2015

Pajak Atas Sewa Bangunan

Bagaimana Jika Pemilik Ruko Tidak Mau Dipotong PPh Sewa?


Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Pak, maaf saya mau tanya mengenai sewa ruko. Harga sewa Rp 100 juta tapi pemilik ruko tidak mau dipotong pajak final 10% dari biaya sewanya. Maunya cash Rp 100 juta gitu. Solusinya bagaimana Pak kalau ada orang pajak menemui kasus ini? Mohon solusinya. Terima kasih.
Ikan [dot] bawal56 [at] yahoo [dot] co [dot] id
Jawab:
Wa’alaikumussalam wrwb Ikan Bawal. Buat orang pajak yang penting ada pajak yang harus masuk ke kas negara. Lalu sudah benarkah pelaporan atas transaksi tersebut di Surat Pemberitahuan Tahunan dan laporan keuangannya.
Saya berasumsi bahwa Ikan Bawal bekerja dalam di suatu perusahaan. Kebetulan perusahaan Anda mau menyewa ruko. Maka, sudah menjadi kewajiban perusahaan Ikan Bawal untuk memotong penghasilan pemilik ruko yang diterimanya dari persewaan ruko tersebut.
Seperti diketahui bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
Ikan Bawal, mau tidak mau sebelum bertransaksi Anda harus terang benderang kejelasan tentang siapa yang harus membayar pajak. Dalam ketentuan yang ada maka si penerima penghasilan itu yang wajib membayar pajak. Pada kenyataannya si penerima penghasilan ingin bahwa jumlah yang diterima harus net atau bersih dari pajak.
Dengan demikian perusahaan Anda sebelum transaksi terjadi harus benar-benar memperhitungkan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan. Anda boleh menggunakan metode seperti ini jika menemukan kasus seperti ini:
  1. Metode Pertama.
    Jika si pemilik ruko bersedia menandatangani semua dokumen yang disodorkan perusahaan Anda karena yang penting bagi dia menerima duit Rp 100 juta maka Anda dapat menggunakan metodeGross Up.
    Cara penghitungan:

Jurnal akuntansi yang harus dibuat oleh Anda adalah sebagai berikut:
Biaya Sewa
111.111.111
Kas
100.000.000
Hutang PPh 4 (2)
11.111.111
Lalu pada saat Anda membayar PPh Pasal 4 ayat (2) ke Bank, Anda mencatatnya begini:
Hutang PPh 4 (2)
11.111.111
Kas
11.111.111

Dengan pencatatan demikian maka pemilik ruko diasumsikan memberi tarif sewa sebesar Rp111.111.111,00 yang kemudian dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp11.111.111,00 sehingga ia hanya menerima Rp100.000.000,00.
    Kalau pemilik ruko tersebut paham pajak dia tidak akan menerima hal ini. Ia akan rela dipotong PPh Pasal 4 ayat (2). Biasanya yang seperti ini pemilik rukonya adalah orang pribadi yang tidak paham pajak.

2. Metode Dua
Jika pemilik ruko tidak mau menandatangani semua dokumen penjualan dengan nilai gross up sebesar Rp111.111.111,00 dan hanya mau meneken semua dokumen dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00 sedangkan di lain pihak perusahaan Anda dituntut harus memotong, menyetor ke kas negara, dan melaporkannya ke kantor pajak maka yang Anda lakukan adalah dengan:
Pada saat menerima tagihan, jurnal yang Anda buat:
Biaya Sewa
100.000.000
Hutang Biaya Sewa
100.000.000
Jurnal pada saat pembayaran dan pemotongan pajak:
Hutang Biaya Sewa
100.000.000
Biaya PPh 4 (2)
11.111.111
Kas/Bank
100.000.000
Hutang PPh 4 (2)
11.111.111
Kemudian jurnal pada saat pembayaran pajak ke kas negara via bank:
Hutang PPh 4 (2)
11.111.111
Kas
11.111.111
Catatan: perhitungan di atas dengan mengabaikan PPN untuk sekadar memudahkan. 
Nanti pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Badan, Biaya PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp11.111.111,00 harus dilakukan penyesuaian fiskal positif karena berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Sekadar saran untuk bisa dilaksanakan di kemudian hari. Cari pemilik ruko yang mau dipotong pajaknya.
Itu saja kali yah, semoga jawabannya memuaskan dan bermanfaat. Terima kasih.
Rujukan yang bisa dipakai:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996.
***
Riza Almanfaluthi

0 komentar:

Post a Comment